Operasi Implan Koklea pada Pasien Termuda di RSUD dr Soetomo Sukses
Pembedahan itu terlaksana atas kerja sama RSUD dr Soetomo, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair), RSAL dr Ramelan, RS Surabaya Internasional, RS Cipto Mangunkusumo Jakarta, Yayasan Aurica, serta Cochlear Ltd dan Kasoem Hearing Center.
Operasi yang berlangsung sejak sekitar pukul 07.00 itu dilakukan terhadap Barra Mahesa, balita 1 tahun asal Samarinda, Kalimantan Timur. Operasi yang seluruh prosesnya ditayangkan lewat layar lebar tersebut dilakukan secara simultan bilateral. Artinya, telinga kanan dan kiri Barra dipasang implan koklea dalam satu kali operasi yang dibagi menjadi dua tahap.
Pembedahan tahap pertama, sekitar pukul 07.00 hingga 09.00, dilakukan untuk memasang implan pada telinga kanan Barra. Sekitar pukul 10.00 hingga pukul 12.30, dilakukan pembedahan tahap kedua untuk memasang implan pada telinga kiri Barra.
"Biasanya, pemasangan implan seperti itu dilakukan sendiri-sendiri. Di Indonesia, kami yang melakukannya secara simultan bilateral pada pasien termuda untuk kali pertama. Jakarta pernah melakukannya, tapi usia pasien dua tahun. Pada bayi usia tujuh bulan, dokter di Singapura yang pernah melakukannya. Kalau dilakukan secara bilateral, risikonya memang lebih besar. Tapi, kemampuan mendengar anak juga lebih baik," kata dr Haris M. Ekowati SpTHT-KL(K) dari Poli Audiologi RSUD dr Soetomo kepada Jawa Pos kemarin (7/6).
Implan koklea merupakan alat yang menggantikan fungsi rumah siput (koklea), yaitu bagian dari organ pendengaran manusia. Dalam koklea manusia normal, terdapat cairan untuk meneruskan stimulus berupa suara yang ditangkap telinga, serta serabut-serabut saraf untuk menangkap stimulus tersebut.
Sementara itu, sejak Barra lahir, serabut-serabut saraf dalam kedua telinganya, tepatnya pada outer hair cell atau sel rambut luar, tidak berfungsi. Kelainan itu disebut tuli sensorineural. Akibatnya, Barra tidak bisa mendengar.
Nah, pemasangan perangkat implan koklea tersebut bertujuan mengembalikan fungsi rumah siput Barra. Satu set alat itu terdiri atas komponen internal dan eksternal. Komponen internal adalah sebuah alat berbentuk keping transparan yang di tengahnya terdapat magnet dan receiver dari titanium. Alat itu memiliki dua ''belalai'' dari bahan silica yang disebut electrode array dan electrode yang berfungsi sebagai ground. Adapun komponen eksternal mencakup keping magnet yang dihubungkan dengan kabel kepada transmitter coil, mikrofon, dan alat yang disebut speech processor.
Komponen internal itulah yang ditanamkan dalam operasi kemarin. Dokter membuat lubang di bagian belakang telinga Barra untuk memasukkan alat. Electrode array dimasukkan ke dalam rumah siput untuk menstimuli sel rambut luar di dalamnya. Sedangkan electrode yang berfungsi sebagai ground ditanamkan di bawah saraf pendengaran.
"Ukuran rumah siput manusia itu mulai bayi sampai dewasa tidak berubah. Jadi, komponen ini tidak perlu diganti, kecuali kalau rusak karena mengalami trauma," kata Prof dr Sri Harmadji SpTHT-KL (K), ketua tim implan koklea RSUD dr Soetomo.
Agar Barra bisa mendengar, magnet yang tertanam di bawah kulitnya harus dihubungkan dengan magnet pada komponen eksternal. Komponen eksternal itulah yang berfungsi menangkap suara, yang merupakan energi mekanik, kemudian meneruskannya ke receiver pada komponen internal. Receiver itu mengubah energi mekanik menjadi energi listrik, sehingga dapat diterima oleh saraf pendengaran untuk diteruskan ke otak.
Komponen eksternal itu dibentuk sedemikian rupa agar praktis dan bisa dibawa. Magnetnya terlihat seperti keping yang menempel di bagian belakang telinga. Sedangkan receiver dan speech processor-nya berbentuk seperti headset Bluetooth yang biasa dikaitkan di telinga. "Setelah memakai implan, Barra harus menghindari alat-alat seperti detektor logam, karena bisa merusak komponen internal. Kalau mau berenang, komponen eksternalnya juga harus dilepas, karena dikhawatirkan rusak," kata Harmadji.
Setelah implan koklea Barra terpasang, tim dokter melakukan uji neural response telemetry (uji impedansi) untuk memastikan bahwa alat tersebut bekerja dengan baik. Hasilnya, 22 channel pada electrode array di telinga kiri maupun kanan Barra berfungsi dengan baik. Baru setelah itulah luka operasi Barra dijahit.
Namun, "telinga" baru Barra tidak langsung bisa dinikmati. Tiga minggu hingga sebulan setelah operasi, implan koklea Barra baru diaktivasi. "Setidaknya, menunggu bekas luka operasinya kering. Tapi, selama itu, anaknya bisa pulang dulu. Tidak perlu terus di rumah sakit. Waktu switch on nanti, baru ke sini," kata Haris.
Setelah implan tersebut diaktifkan, Barra juga harus terus melakukan terapi wicara, serta reevaluasi untuk melakukan mapping pada kemampuan mendengar "telinga barunya". Setiap kali reevaluasi, dicatat berapa desibel kemampuan mendengar implan kokleanya. Itu juga berfungsi untuk mencegah kerusakan alat. "Yang paling menentukan sebenarnya bukan keberhasilan pemasangan implannya, tapi mapping dan rehabilitasinya," ungkap Haris.
Seluruh proses operasi tersebut memakan biaya sekitar Rp 431 juta. Dua set alat implan koklea itu seharga USD 40 ribu atau sekitar Rp 400 juta. Sedangkan biaya operasi di luar alat sekitar Rp 31 juta
0 comments:
Post a Comment