Suko Parjono, dari Motivator KB ke Motivator Rohani
Memang, sebelum resmi menjadi pemuka agama pada 2002, bapak tiga anak tersebut adalah seorang dokter. Kemampuannya di bidang kedokteran tak perlu diragukan. Suko diincar banyak perusahaan yang ingin menggunakan jasanya. Dia juga berkesempatan praktik secara mandiri ketika jam kerja usai.
Saat itu kemapanan ekonomi Suko terus berkembang. Setiap hari, kakek empat cucu tersebut buka praktik. Praktis, sejak lulus pada 1980 dan mulai ditempatkan di Sidoarjo pada 1981, dia kebanjiran rezeki. "Istilah orang, keceh duwit," ungkapnya.
Keenakan memperoleh uang, Suko melepaskan kesempatan untuk menuntut ilmu sebagai seorang dokter spesialis. Padahal, kala itu peluang untuk meraihnya cukup mudah. Namun, karena pertimbangan pendapatan, pria kelahiran Probolinggo tersebut mengesampingkan kesempatan itu. "Waktu itu saya pikir, kalau mengambil spesialis, bagaimana keluarga," ucapnya. "Kan tidak bisa praktik," sambung pria yang ingin mengambil spesialisasi bedah tulang tersebut.
Ternyata, dalam perjalanan hidup seperti itu, Suko tetap merasa ada yang kurang. Dia tidak memahami kehidupan rohani atau yang sering diistilahkan miskin hati. Pergi ke gereja pun nyaris tidak dia lakukan. Dia pergi ke tempat ibadah jika mengantarkan anak. "Tidak memahami aturan yang seharusnya saya lakukan," ungkap dia sambil menerawang.
Hidup yang dia jalankan dirasa penuh kemunafikan. Saat itulah Suko berkesempatan menonton tayangan film tentang akhir zaman. Dalam film tersebut, digambarkan setiap perbuatan harus dipertanggungjawabkan. Tapi, jika seseorang mau bertobat, Tuhan akan mengampuni. Tiba-tiba Suko menangis saat mendengar hal itu. Secara spontan, dia maju dan mendekati sang pendeta untuk bertobat. "Sejak saat itu saya merasa terbebas dari tekanan," ujarnya.
Selain itu, Suko haus akan ilmu agama. Dia selalu datang ke gereja, bahkan seminar-seminar tentang keagamaan. Suatu ketika, dia diminta mertuanya untuk berbicara tentang nilai-nilai kehidupan yang berhubungan dengan rohani di depan teman-temannya sampai mereka menjadi orang yang taat beragama. "Sampai-sampai, saya diundang ke mana-mana, hingga Jawa Tengah," terang dia.
Suko rajin pergi ke gereja dan berkegiatan sosial. Dia kewalahan menjalankan dua tugas dalam rel berbeda tersebut. Yang satu menolong dan "mengobati" orang bermasalah, satu lagi menolong untuk kesembuhan fisik seseorang. "Akhirnya, pada 2000 saya putuskan untuk tidak praktik lagi," tutur dia. (may/c11/nda)
Tentang Suko Parjono
Lahir: Probolinggo, 10 November 1952
Anak: 3 orang
Cucu: 4 orang
Pada 1980-an dia menyandang gelar dokter.
Setahun kemudian, di bertugas di Balongbendo, Tarik, hingga Prambon. Dia juga membuka praktik di Krian.
Dia sukses sebagai dokter, tapi merasa kurang dalam kerohanian.
Setelah melihat film tentang akhir zaman, dia sadar dan bertobat.
Pada 2002 dia resmi menjadi pendeta.
0 comments:
Post a Comment